aloneDipantara. Langit sore ini mendung. Saat sore itulah aku selalu melihat hermen melukis, ditemani dengan asap tembakau dan kopi sachet murahan, tangannya menari-nari di kanvas. Lukisannya selalu sama, bulan sepotong dengan background hitam pekat.

Entah berapa ratus kali dia melukis itu. Sesaat dia berhenti memandangi lukisan itu, mulutnya menegadah ke atas lalu menghembuskan asap putih. Begitu dalam dia mengeluarkan asap putih itu hingga pekat putihnya terurai terbang bersama angin. Dia menatap kembali lukisan itu, air matanya meleleh. Rokok kembali dihisapnya dengan dalam dan menghembuskannya. Tatapannya kembali kosong.

“Masih lukisan yang sama?” Ungkapku memecah kesunyian.

Dia menatapku dan kembali melihat lukisan itu. Sepotong bulan tak utuh berselimut malam yang begitu gelap. Bulan itu hatinya, yang tak pernah sempurna. Dalam potongan bulan itu, bergaris tipis lilitan warna hitam bersiluet merah. Goresan-goresan itu lukanya, hatinya adalah bulan yang cacat. Bulan yang tak pernah mampu meraih apa yang dikehendakinya.

Aku mengingat kenangan itu, tatkala Hermen berhenti untuk berinteraksi dengan orang lain. Saat itu hujan menerjang begitu ganas, kilatan petir dan dentum gledek memengkakkan telinga. Badan dia bergetar begitu hebat seraya menghirup asap racun tembakau dan berkata kepadaku, “Mungkin aku terlahir penuh dengan duka. Duka itu selalu beraroma sama, saat aku berhendak. Selalu, cita-citaku tak akan bisa aku raih. Dialah yang mengagalkannya. Bukankah dunia yang bergerak ini atas restu-NYA? Ini begitu menyakitkan. Bagaimana bisa manusia hidup tanpa kehendak? Bagaimana bisa manusia tak boleh berkehendak. Namun pada saat yang sama disitulah duka merayapi tubuh ini. Lalu hatiku hancur!”

Dia meneteskan air mata. Aku hanya diam melihatnya. Ingin rasanya aku berusaha untuk membuatnya tegar namun ungkapan itu baginya adalah bualan. Dusta yang tak layak dan rayuan sampah yang menurutnya hanya layak tergolek di tempat sampah.

“Kau tahu, manusia itu ditakdirkan sendiri?”

Aku tetap diam.

“Manusia itu terbuang dari surga. Karena dia berdosa dan berkhianat. Itulah mengapa setiap bayi yang lahir selalu diawali dengan tangisan. Karena dia tahu, dunia ini begini bejat! Ya sebejat kehendak itu yang meremukkan hati ini!”

“Berusahalah bijak kawan. Ini hanya ujian. Semua indah pada waktu”

“Itu kata-kata lemah kawan. Kata-kata yang membuatku merasa bosan hidup di dunia. Hidup itu kegetiran. Dia bersemayam di mulut kehendak. Kau tahu cinta itu suci?”

Aku kembali diam

Dia melanjutkan, “Cinta suci itu tak ubahnya dengan rayuan, agar manusia mengorbankan apapun dengan cinta suci yang seolah berbalut kegembiraan dan kesenangan. Nyatanya, dia hanya dongeng! Cinta itu datang dan selalu menyiksa hati semua orang. Bayangkan cintaku begitu suci padanya. Lalu apa yang aku rasakan? Dia pergi meninggalkanku begitu saja. Tanpa ada alasan yang jelas. Dia pergi lalu berkata, semoga engkau mendapatkan orang yang lebih baik dariku. Ah..lagi-lagi dusta yang berselimut manis. Padahal aku meyakini, bahwa dialah jodohku dan siap untuk aku sematkan cincin di jarinya. Nyatanya? Dia kemana?”

Dia berdiri, lalu tangannya direntangkan dan dia berputar. “Aku membuat galeri ini hanya untuk membahagiakan dia. Namun, sekarang dia pergi, setelah aku tahu dia memiliki kekasih tanpa sepengetahuanku!”

Dia membakar rokok lagi.

“Dunia ini gelap kawan! Dan aku hanya berdoa. Semoga tuhan membunuh rasa kehendakku dan membinasakan rasa cinta. Karena dialah kekelaman itu dan hatiku tetaplah sepotong. Tetaplah tidak sempurna dan tetaplah gelap yang menyelimuti. Aku pasrah dan tak ingin lagi mengenal dunia, orang-orang dan aku tetap sendiri dan manusia ditakdirkan untuk sendiri!”

Begitulah kata terakhir yang dia ungkapkan kepadaku. Setelah itu, dia hanya ingin melukis bulan sepotong berlatar gelap. Kadang aku selalu berharap, dia mampu untuk kembali menapaki hidup ini, seperti yang lain, berkumpul, berkelakar dan berbicara. Namun, hingga 20 tahun lamanya dia tetap sendiri. Membaca, melukis, tidur dan menyendiri. Mulutnya tertutup begitu rapat!

8 tanggapan untuk “Lukisan Bulan Sepotong

  1. walaupun saya tak setuju isinya tetapi saya senang membacanya karena enak dibaca dan membuat saya terangguk-angguk kagum. Soalnya memindahkan inspirasi menjadi tulisan sehingga bisa dinikmati orang lain itu luar biasa apalagi yang ditulis tentang depresi.
    Berkaryalah terus. salam kenal dari saya oldman Bintang Rina

      1. setiap orang bisa membayangkan apapun juga tetapi memindahkan bayangan menjadi tulisan itu tidak mudah, bisa kemana-mana dan akhirnya menyimpang dari pokok tulisan, belum lagi tahu-tahu tidak nyambung dan mogok atau kepanjangan akhirnya tulisan menjadi mentah. Tapi anda bisa mengatasinya.

Tinggalkan komentar